Cara Mendiagnosa

CARA MENDIAGNOSA ANAK YANG MENDERITA DYSLEXIA


Ada dua pendekatan dalam melakukan diagnosa terhadap dyslexia. Pendekatan pertama adalah dengan melakukan sebuah test tertentu, seperti test pendidikan, test medis dan test psikologis. Pendekatan lainnya adalah dengan menggunakan mamancara, pengamatan, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan observasi.

I. Pendekatan Pertama ( test IQ,test kemampuan akademis, test medis )

1. Tes IQ
Tes IQ boleh dilakukan untuk para siswa, dan cara seperti ini bisa berguna untuk mendiagnosa mengenai ada atau tidaknya dyslexia. Namun, walaupun demikian sebaiknya kita tidak perlu terlalu menggantungkan pada test IQ. Karena test ini penuh dengan kekurangan dan kelemahan seperti tingkat emosional dan lain sebagainya.

2. Test Kemampuan Akademik
Pemerintah Inggris telah memperkenalkan dan menggunakan empat model test yang diujikan dalam suasana yang menyerupai suasana di kelas yang sebenarnya.
Ke empat model tersebut. Berfungsi untuk mengukur prestasi akademik. Dari ke empat model tersebut dua diantaranya yang paling dipercaya akurasinya yakni :

     I. Metropolitan Achivement Test
Adalah sejumlah test yang diperuntukkan khusus anak-anak mulai masuk sekolah sampai di bawah 10 tahun untuk mengukur kemampuan bahasa, membaca, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu sosial. Test ini dilakukan dalam suasana di kelas, sehingga mencerminkan bagaimana anak-anak mengerjakan test tersebut dalam situasi kelas yang sebenarnya.

     II. Wide Range Achievment Test
Berfokus pada kemempuen membaca, mengeja dan aritmatika. Test ini memiliki 2 level, yang pertama digunakan untuk anak-anak yang berusia lima sampai sebelas tahun, dan yang kedua untuk anak- anak yang berusia lebih dari sebelas tahun.

3. Test Medis
Penglihatan anak perlu diperiksa untuk mengetahui adanya kemungkinan gangguan membaca yang bukan karena dyslexia. Test -test lain adalah scotopic sensitivity (mengukur selarasatau tidaknya bola mata) dan test persendian tulang kepala. Kedua test ini tidak dapat lagi digunakan untuk mendiagnosa dyslexia karena teori yang mencoba menghubungkan hubungannya dengan dyslexia tidak valid


2. Pendekatan kedua ( pengamatan, wawancara)
Tahapan- tahapan wawancara untuk mendiagnosa dyslexia diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Mengumpulkan data mengenai intelegensi dan kepribadiannya.
Dengan cara menanyakan kepada anak tersebut tentang kegiatan apa saja yang dilakukan di sekolah. Umumnya anak yang menderuta dyslexia akan merasa ,malu jika kekurangannya diketahui orang lain. Namun, kita harus bisa menggali informasi dari anaknya karena hanya dengan berbicara dengan orang tua saja tidak cukup.

b. Menanyakan perkembangan anak dari bayi.
Hal ini perlu dilakukan unyuk mengetahui apakah anak tersebut mengalami lambat dalam perkembangannya atau menderita dyslexia.

c. Menguji kemampuan membaca anak.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada tingkat apa sebenarnya ia berada. Banyak anak yang mengalami dyslexia mempunyai
kemampuan membaca yang jauh lebih rendah dibanding teman seusianya, misalnya saja 3 tingkat lebih rendah, bahkan lebih.

d. Memberikan pertanyaan matematika tertulis.
Apabila ketika ia mengerjakan soal matematika tertulis mengalami kesulitan, tetapi ketika dibacakan ia bisa menjawabnya dengan tepat, maka jelas kesalahannya terletak pada membaca.

e. Melihat catatan pihak sekolah mengenai prestasi belajarnya.
Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui gambaran kapan anak tersebut mulai mendapat kesulitan dalam belajar. Umumnya anak yang mengalami dyslexia dalam pelajaran yang ada hubungannya dengan membaca ia mulai kesulitan dan prestasinya menurun.

f. Mencari riwayat dyslexia anggota keluarganya yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar